Selasa, 26 November 2013

Dasar-dasar Ekologi

1.  Penelitian menunjukkan bahwa penurunan biomassa vegetasi yang miskin akan jenis tumbuhannya, lebih signifikan dibandingkan dengan vegetasi yang kaya.
Jawaban :
Sebelum menjelaskan maksud pernyataan ini, perlu diketahui terlebih dahulu apa itu biomassa. Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh tumbuhan per satuan unit area pada suatu waktu. Biomassa biasanya dinyatakan dalam ukuran berat kering, dalam gram atau kalori, dengan unit satuan biomassa adalah gram per m2 (gr/m2) atau kg per hektar (kg/ha) atau ton per hektar (Chapman, 1976, Brown, 1997).
Mendukung pernyataan soal di atas, Whitmore (1975) mengemukakan bahwa kandungan biomassa (berat kering) dari hutan berbeda-beda tergantung dari tipe hutan, kesuburan tanah, tempat tumbuh, dan bagian-bagian biomassa pohon. Terkait dengan tipe hutan, hutan hujan tropis adalah hutan yang memiliki keanekaragaman tumbuhan yang sangat tinggi sebagaimana yang digambarkan oleh Resosoedarmo et al. (1986) melalui hutan hujan tropis primer pegunungan di Cibodas, yang memiliki kekayaan jenis tumbuhan berbunga dan paku-pakuan sebanyak 333 pada daerah seluas 1 ha, di ketinggian 1500m dari permukaan laut. Di antara jenis tumbuhan tersebut, 73 jenis diantaranya adalah jenis pohon dengan kerapatan sebesar 233 pohon/ha. Masih menurut penulis yang sama, sifat menyolok lainnya dari hutan ini (hutan hujan tropis) adalah besarnya volume biomassa tumbuhan persatuan luas sehingga memberi kesan produktivitas yang sangat tinggi dan lahan yang sangat subur. Keanekaragaman yang sangat tinggi dan produktivitas biomassa yang besar menggambarkan tingginya produktivitas vegetasi di hutan hujan tropis.

Sabtu, 09 November 2013

Pendekatan Relativisme Kebudayaan dalam konteks Pengelolaan Sumberdaya

Pendekatan relativisme budaya memandang bahwa sistem budaya yang dianut masing-masing masyarakat etnis berlainan antara satu dengan lainnya. Setiap masyarakat etnis memiliki sistem nilai, norma, adat-istiadat dan hukum adat yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan penerapan suatu budaya luar belum tentu sesuai dengan budaya lokal masyarakat. Demikian juga dengan sistem tata nilai budaya yang dianggap baik di suatu daerah, belum tentu akan dianggap baik pula di daerah lain. Berdasar teori relativisme budaya, pemahaman mendalam terhadap kultur masyarakat merupakan persyaratan mutlak sebelum ditarik suatu penilaian budaya. Hal ini berlaku pula bagi identifikasi gejala sosial budaya, penentuan program pembangunan termasuk didalamnya program pengelolaan sumberdaya. Jadi, jika ditanya relevansinya dalam konteks pengelolaan sumberdaya, menurut saya pendekatan relativisme budaya sangat relevan dalam menangani berbagai persoalan yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam.

Pemahaman relativitas budaya suatu masyarakat dapat dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan cara mendengar, mengamati aktifitas budaya masyarakat, dan melakukan dialog wawancara dengan pihak masyarakat. Identifikasi gejala sosial secara mendalam berdasar karakteristik budaya setempat merupakan langkah arif untuk mencapai tujuan dari program pengelolaan sumberdaya alam. Pengelolaan sumberdaya diharapkan tepat sasaran dan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan berdasar pada sistem nilai, norma, adat isitiadat, dan hukum adat masyarakat. Jangan sampai program pengelolaan sumberdaya yang dihasilkan merupakan refleksi program pengelolaan sumberdaya dari budaya masyarakat lain ataupun berdasar dari kultur si perencana program, sehingga tidak aplikatif di masyarakat yang menjadi sasaran. Hal ini untuk menghindari terjadinya suatu pola penetapan program pengelolaan yang didasarkan pada sikap etnosentris pihak perencana pogram. Jika dari proses identifikasi gejala sosial budaya sudah terpahami, maka dilanjutkan penentuan program pengelolaan sumberdaya yang sesuai untuk diterapkan di masyarakat.

Senin, 04 November 2013

Issu dalam film Out of Eden dalam konteks Evolusi Kebudayaan Leslie A. White

Film Out of Eden (OoE) secara garis besar menceritakan penelitian seorang ahli biologi dari UCLA Prof. Jared Diamond pada masyarakat pedalaman Papua Nugini tentang faktor penyebab dari ketidaksamaan kemajuan peradaban bangsa-bangsa di dunia, dalam hal ini antara AS dengan Papua Nugini. Penelitian ini dilakukan dalam rangka ingin menjawab pertanyaan salah seorang penduduk Papua Nugini yang ditujukan kepadanya yaitu kenapa mereka (rakyat Papua Nugini) hanya memiliki sedikit muatan (harta benda/materi) dibandingkan dengan orang-orang Amerika ataupun orang-orang dari negara lain yang pernah berkunjung ke sana. Setelah melakukan berbagai penelusuran sejarah, serta dipadukan dengan pengamatan terhadap perilaku bercocok tanam dan bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat Papua Nugini, akhirnya Prof. Diamond mengarah pada satu kesimpulan bahwa ketidaksamaan peradaban itu bukan disebabkan karena rakyat Papua Nugini memiliki tingkatan gen yang lebih rendah dibandingkan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu maju di dunia, akan tetapi lebih kepada pengaruh faktor geografis.

Selasa, 22 Oktober 2013

Pandangan Agama terhadap Lingkungan

RajaBackLink.com https://rajabacklink.com/refferal.php?q=cfc589f72fd5f46aa97a9b69cbad002f3938f734956c1105d8
I. PENDAHULUAN
Secara ekologis, manusia adalah bagian dari lingkungan hidup. Lingkungan hidup inilah yang menyediakan berbagai sumber daya alam yang menjadi daya dukung bagi kehidupan manusia dan komponen lainnya. Kelangsungan hidup manusia tergantung dari  keutuhan lingkungannya, sebaliknya keutuhan lingkungan tergantung bagaimana kearifan manusia dalam mengelolanya. Oleh karena itu, lingkungan hidup tidak semata‑mata dipandang sebagai penyedia sumber daya alam serta sebagai daya dukung kehidupan yang harus dieksploitasi, tetapi juga sebagai tempat hidup yang mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup dapat muncul karena adanya pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa‑jasa lingkungan yang berlebihan sehingga meningkatkan berbagai tekanan terhadap lingkungan hidup8.
Persoalan lingkungan hidup adalah persoalan global dan bersifat universal, sebab berbicara tentang lingkungan hidup, berarti berbicara tentang persoalan yang dihadapi seluruh umat manusia. Persoalan lingkungan hidup pada umumnya disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena kejadian alam sebagai peristiwa yang harus terjadi sebagai proses dinamika alam itu sendiri. Kedua, karena ulah dan perbuatan tangan manusia sendiri, akibatnya alam murka dan terjadilah bencana4.
Kedua bentuk kejadian di atas, mengakibatkan ketidakseimbangan pada ekosistem dan ketidaknyamanan kehidupan makhluk hidup, baik manusia, flora maupun fauna. Ketidakseimbangan dan ketidaknyamanan tersebut dapat dikatakan sebagai bencana atau kerusakan lingkungan hidup, yang bentuk-bentuknya dapat berupa pencemaran air, pencemaran tanah, krisis keanekaragaman hayati (biological diversity), kerusakan hutan, kekeringan dan krisis air bersih, pertambangan dan kerusakan lingkungan, pencemaran udara, banjir lumpur dan sebagainya4. Data BNPB tahun 2011 menunjukkan bahwa 85% lebih bencana yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2002 – 2011 adalah terkait bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang.  Berdasarkan jumlah kejadian terbanyak adalah banjir yaitu sebanyak 403 kali. Berbagai kerusakan alam ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya perubahan iklim global, degradasi lingkungan, kemiskinan, dan bertambahnya jumlah penduduk. Berbagai bencana itu pun telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang besar6. Dari sekian banyak persoalan kerusakan lingkungan hidup, ternyata peran manusia sangat besar dalam menciptakan kerusakan tersebut dan untuk itu, manusia pulalah yang paling banyak menanggung akibatnya4.

Jumat, 27 September 2013

Ulasan Film "Home"

Buat yang senang nonton film, khususnya film dokumenter, kali ini saya ingin memberikan sedikit ulasan tentang film Home. Film yang bertemakan tentang lingkungan ini, menarik untuk kita simak, terutama bagi kita yang masih peduli akan keselamatan Bumi ini.


Home adalah sebuah film kategori dokumenter berdurasi ± 93 menit yang diproduksi pada tahun 2009 oleh Denis Carot and Luc Besson dan disutradarai oleh Yann Arthus-Bertrand. Selayaknya sebuah film dokumenter yang biasanya memuat fakta-fakta ilmiah, film Home mengangkat fenomena perubahan lingkungan global yang terjadi seiring perkembangan peradaban manusia dari masa lalu, sekarang maupun yang akan datang.

Film ini menyoroti segala bentuk kerusakan lingkungan yang terjadi di bumi, sebagai dampak dari berbagai aktivitas manusia selaku spesies yang paling dominan mengubah bumi. Baik dalam kaitannya dengan upaya bertahan hidup, maupun dalam hubungannya dengan pembangunan di berbagai segi kehidupan manusia. Tema yang diangkat adalah mengenai korelasi antara semua organisme dengan bumi, yang saling terkait dalam suatu hubungan yang kompleks, namun sangat penting untuk menjaga keseimbangan satu sama lain. Sehingga tidak mungkin ada satu pun organisme yang hidup berdiri sendiri.   

Kamis, 26 September 2013

Beasiswa S2 DD Ilmu Lingkungan Unpad-Mie University Jepang

Di postingan saya yang lalu tentang beasiswa, saya memuat info beasiswa S2 Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung untuk konsentrasi Manajemen Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Pada postingan kali ini, info beasiswanya masih dari program studi yang sama tapi untuk konsentrasi Pembangunan dan Konservasi Lingkungan Pedesaan. Program ini akan memulai kuliah pada awal tahun 2014 mendatang dan menjalin kerjasama Double Degree dengan Mie University Jepang. Berikut informasinya yang saya ambil dari website PSMIL Unpad. 

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Unpad menawarkan beasiswa bagi lulusan S1 dari berbagai bidang disiplin ilmu dengan IPK minimal 3,4 dan TOEFL minimal 500 untuk mengikuti pendidikan jenjang S2 Ilmu Lingkungan konsentrasi ‘Pembangunan dan Konservasi Lingkungan Perdesaan’ Double Degree MIE University – Jepang. Beasiswa hanya disediakan untuk biaya pendidikan, tidak termasuk untuk biaya hidup selama studi.

Jumat, 23 Agustus 2013

Kebutuhan akan kesadaran publik

Hal ini penting untuk membuat masyarakat umum mengetahui konsekuensi berat dari Degradasi Lingkungan, dimana jika tidak segera dipulihkan dan melakukan langkah-langkah reformatif akan mengakibatkan kepunahan kehidupan. Kita menghadapi berbagai tantangan lingkungan. Sangat penting untuk menemukan negara yang mengenal dan memahami tantangan-tantangan ini, sehingga tindakan-tindakan mereka mungkin ramah lingkungan. Diantara tantangan-tantangan tersebut dijelaskan berikut ini:
1. Pertumbuhan populasi 
Suatu populasi yang terdiri atas lebih dari ribuan juta orang akan tumbuh sebesar 2,11 persen per tahun. Ini mengakibatkan penambahan lebih dari 17 juta orang setiap tahunnya. Hal ini kemudian akan memberikan tekanan yang cukup besar terhadap sumberdaya alam dan mengurangi keuntungan dari pembangunan. Oleh karena itu, tantangan terbesar di depan kita adalah bagaimana membatasi pertumbuhan penduduk. Meskipun pengendalian penduduk tidak secara otomatis mengarah pada pembangunan, namun pembangunan akan mengarah kepada penurunan tingkat pertumbuhan penduduk. Untuk itu, peran wanita menjadi esensial dalam pembangunan.

Senin, 19 Agustus 2013

Satu bulan on my blog

Masih di Pinggiran Kota Jakarta
19 Agustus 3:33 PM
satu bulan on my blog
Postingan saya kali ini bukanlah sebuah artikel ilmiah. Melainkan hanya sedikit goresan pena dari saya yang menandai satu bulan hadirnya blog saya di dunia maya.
Ya, hari ini tepat satu bulan usia blog ini. Masih sangat muda memang. Saya pun masih dalam tahap belajar. Selama sebulan ini, yang lebih banyak dilakukan adalah mengedit tampilan blog. Klik-klik sana sini, gonta ganti background, warna dan tata letak dengan satu tujuan yaitu agar blog ini mudah dibaca, tapi tetap indah dipandang mata dan yang mampir ke sini bisa betah dan kembali mampir lagi :).
Selama satu bulan ini juga yang bertepatan dengan bulan ramadhan, lebaran idul fitri dan HUT kemerdekaan RI menjadikan beberapa artikel dan gambar yang saya posting juga masih bertemakan seputar ketiga momen tersebut. Total ada 13 artikel yang sempat saya posting ke blog ini selama sebulan.

Sabtu, 17 Agustus 2013

Pentingnya mempelajari Ilmu Lingkungan

Alasan dari pentingnya mempelajari ilmu lingkungan adalah: studi ilmu lingkungan dapat mencerahkan kita tentang pentingnya perlindungan dan konservasi terhadap tindakan asal-asalan kita dalam melepaskan polusi/pencemaran ke dalam lingkungan.
Saat ini sejumlah besar isu-isu/permasalahan lingkungan dari hari ke hari terus tumbuh baik dari segi ukuran/skala maupun kompleksitasnya, yang kemudian mengancam kelangsungan hidup umat manusia di bumi. Kita mempelajari berbagai sisi dari permasalahan lingkungan tersebut serta saran-saran efektif penanggulangannya di dalam ilmu lingkungan. Ilmu lingkungan menjadi penting karena berbagai alasan berikut:
1. Isu lingkungan menjadi kepentingan internasional
Telah diketahui bahwa isu-isu lingkungan seperti pemanasan global dan penipisan lapisan ozon, hujan asam, pencemaran laut dan keanekaragaman hayati tidak hanya menjadi masalah nasional tetapi sudah menjadi isu-isu global dan karenanya harus ditangani dengan upaya dan kerja sama internasional.

Kamis, 08 Agustus 2013

Minum Jamu: Sehat, Aman dan Berbudaya


Mbok jamu…Mbok jamu, bawa apa dibakulmu. Minum jamu tiap hari badan sehat dan berseri...
Kira-kira begitulah bunyi sepenggal syair lagu, yang saya kutip dari sebuah lagu anak-anak di era 80-an. Era dimana saat itu saya masih duduk di bangku SD. Sudah lumayan jadul memang, hingga saya pun sedikit lupa dengan isi lengkap dari syair lagu itu. Sepanjang ingatan saya, lagu itu bejudul ‘Mbok Jamu’ (silahkan dikoreksi jika salah), sebuah lagu yang dinyanyikan oleh sepasang anak perempuan kembar, yang cukup terkenal sebagai artis cilik di zamannya. Menelisik lagu itu lebih seksama, sepertinya ada pesan moril yang hendak disampaikan oleh si empunya lagu itu khususnya buat anak-anak Indonesia. Jika saya mencoba menelaah dengan bahasa saya sendiri maksud penciptaan lagu tersebut pada saat itu adalah “Mengenalkan budaya minum jamu kepada masyarakat Indonesia yang bisa dimulai sejak dini, yaitu dari masa anak-anak”.
Jamu dan budaya minum jamu di era 80an belum sefamiliar seperti sekarang ini. Mendengar kata jamu, dua hal yang dulu terlintas di fikiran saya adalah “Jawa dan daun-daunan”. Ya, bagi sebagian dari kita khususnya yang berasal dari luar pulau Jawa, jamu selalu diidentikkan dengan “orang Jawa”. Tidak salah memang, karena tradisi meracik dan meminum jamu adalah warisan budaya leluhur Jawa sejak zaman kerajaan Hindu ratusan tahun lalu. Menurut apa yang pernah saya baca, jamu berasal dari bahasa Jawa yang merujuk kepada ramuan tradisional dari tumbuh-tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit atau untuk keperluan kecantikan/kebugaran tubuh. Tradisi minum jamu sangat melekat dan identik dengan budaya Jawa.

Selasa, 06 Agustus 2013

Definisi dan Ruang Lingkup Ilmu Lingkungan


PENDAHULUAN

Ilmu lingkungan merupakan suatu ilmu pengetahuan multi-disiplin karena didalamnya mencakup berbagai bidang ilmu seperti kimia, fisika, ilmu kedokteran, ilmu hayati, pertanian, kesehatan masyarakat, teknik sanitasi dan lain-lain. Ilmu lingkungan adalah ilmu pengetahuan tentang fenomena fisika dalam lingkungan. Ilmu ini mempelajari tentang sumber-sumber, reaksi, transportasi, efek dan kejadian fisik suatu spesies biologi di udara, air dan tanah dan pengaruh dari kegiatan manusia terhadapnya.

Penjelasan tentang Lingkungan
Secara literer, lingkungan berarti kondisi eksternal sekelilingnya (sekitarnya) yang mempengaruhi perkembangan atau pertumbuhan manusia, hewan atau tumbuhan; kondisi hidup atau kondisi kerja dsb.
Pengertian ini menimbulkan tiga pertanyaan:
1. Apa yang dikelilingi
Jawaban atas pertanyaan ini adalah objek hidup pada umumnya dan manusia khususnya.
2. Dengan (oleh) apa dikelilingi
Atribut fisik adalah jawaban untuk pertanyaan ini, yang kemudian menjadi lingkungan. Sebetulnya, yang menjadi perhatian dari semua pendidikan adalah lingkungan manusia. Namun, manusia tidak bisa eksis atau dipahami secara terpisah dari bentuk-bentuk lain dari kehidupan dan dari alam tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, lingkungan mengacu kepada sejumlah total dari kondisi yang mengelilingi titik di ruang dan waktu. Ruang lingkup dari istilah lingkungan telah berubah dan melebar dengan berjalannya waktu. Di masa primitif, lingkungan hanya terdiri atas aspek fisik yang meliputi lahan yang ditanami, udara dan air sebagai komunitas biologi. Seiring berlalunya waktu, manusia telah memperluas pengertian lingkungan melalui fungsi sosial,ekonomi dan politik.
3. Dimana dikelilingi
Jawaban untuk pertanyaan ini adalah di alam, dimana komponen fisik bumi yaitu tanah, air, udara dll mendukung dan mempengaruhi kehidupan biosfer. Menurut Goudie, lingkungan adalah wakil dari komponen fisik bumi dimana manusia adalah faktor penting yang mempengaruhi lingkungan.

Sabtu, 03 Agustus 2013

Ospek, haruskah?

Ospek mahasiswa baru angkatan 99
Salah satu bentuk kegiatan Ospek
Tahun akademik 2013/2014 baru saja dimulai. Saya ucapkan selamat buat adik-adik yang pada tahun akademik ini memasuki sekolah ataupun kampus yang baru. Selamat atas usaha dan perjuangan adik-adik selama beberapa tahun sebelumnya yang mana telah membuahkan hasil, dengan lulusnya kalian dari jenjang sekolah yang lebih rendah dan kini memasuki jenjang yang lebih tinggi. Mungkin diantara kalian yang bersekolah di tingkat SMP dan SMA, saat ini sedang menjalani Masa Orientasi Sekolah (MOS). Khususnya bagi yang muslim, menjalani MOS tahun ini akan terasa sedikit agak berat karena bersamaan dengan bulan ramadhan. Sementara yang akan menjadi mahasiswa baru di tahun ini, sepertinya baru akan menjalani Ospek selepas lebaran nanti. 
MOS ataupun Ospek sejatinya hanyalah sebuah nama untuk sebuah kegiatan pengenalan sekolah ataupun kampus baru. Ospek merupakan satu dari serangkaian prosesi penerimaan peserta didik baru di suatu sekolah/kampus. Sebuah prosesi yang dilegitimasi oleh senior-senior atau kakak kelas sebagai kegiatan "wajib" yang harus dilewati oleh adik angkatan/adik kelas untuk bisa resmi diterima sebagai bagian dari komunitas sekolah/kampus mereka. 

Minggu, 28 Juli 2013

Bilakah harga sembako tak naik di bulan ramadhan?

Muraah bangeet….! 

kenaikan harga sembako di bulan ramadhan
Ya…, begitulah bunyi salah satu tulisan dalam poster yang terpampang di etalase barang-barang sembako yang saya temukan di sebuah swalayan di daerah Tangerang. Foto itu saya ambil pada tanggal 26/07/2013, disaat saya sedang menemani keluarga berbelanja sembako untuk keperluan sehari-hari di rumah. Tentu saja kami sedikit kaget dan bertanya-tanya ketika membaca poster itu. Benarkah demikian? Bukankah kita semua sama-sama tahu bahwa saat ini harga barang khususnya sembako semakin melonjak naik? Lantas kenapa di swalayan ini berani memasang poster dengan tulisan seperti itu? Jika benar demikian, pertanyaan selanjutnya adalah jenis barang apa saja dan seberapa murahnya harga barang yang diberi label “muraah bangeet” itu?

Kamis, 25 Juli 2013

Momen-momen saat Ramadhan di kampung halaman di era tahun 80 an

Setiap ramadhan datang, perasaan saya selalu bercampur aduk, antara senang dan haru. Senang karena bisa kembali menjumpai bulan yang didalamnya penuh ibadah dan berkah ini. Haru karena setiap kali ramadhan datang, saya akan selalu teringat suasana ramadhan di kampung halaman terutama disaat saya masih duduk dibangku SD. Dimana suasana itu kini tidak pernah lagi saya dapatkan karena sudah lebih dari sepuluh tahun saya meninggalkan kampung halaman merantau ke kota-kota lain di Indonesia.
Ramadhan atau kita biasa menyebutnya dengan bulan puasa adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu kedatangannya bagi masyarakat muslim Indonesia, termasuk bagi keluarga kami yang bertempat tinggal  jauh dari ibukota negara, yaitu di desa kayutanyo, sebuah desa kecil di ujung timur pulau Sulawesi, masih dalam wilayah propinsi Sulawesi Tengah, kabupaten Banggai. Ada banyak momen yang mengesankan jika mengenang suasana ramadhan di kampung halaman pada masa-masa itu.

Rabu, 24 Juli 2013

Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Sodium Tripolifosfat terhadap Daya Ikat Air Daging Ikan Madidihang (Thunnus albacores)*

*Hasil penelitian penulis dalam rangka menyelesaikan studi S1 di Prodi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Univ. Hasanuddin pada tahun 2003. Pembahasannya kemudian direvisi kembali pada tahun 2012, tanpa merubah data hasil penelitian. Sejatinya ada 3 parameter yang diukur dalam penelitian ini, tapi dalam artikel ini hanya dimuat satu parameter saja yaitu Daya Ikat Air (DIA).

Abstract

The aim of this study was to know effect of dipping time and sodium tripoliphosphate (STPP) concentrate to water holding capacity (WHC) of yellowfin tuna fillet (Thunnus albacores). Treatments taken were dipping of yellowfin tuna fillets during 0, 5, 10 and 15 minutes in STPP solutions with concentrate were 0, 5, 10 and 15% (w/v). That samples were freezed and kept in cold storage during a week, then thawed in refrigerator before measurement. The measurement parameter was WHC. This study used random device complete with 2 factors and 4 treatments by 3 restarting. Relation between STPP concentrate and dipping time with WHC analysed by using analysis of regresi. Results of this study indicated that STPP concentrate and dipping time had significant effects on to WHC of yellowfin tuna fillet. The increasing of STPP concentrate and dipping time caused WHC also increase. Dip treatment during 15 minutes of yellowfin tuna fillet in a solution of 10% STPP before freezing were the optimum condition to get high WHC.

Key words : dipping time, STPP concentrate, water holding capacity, yellowfin tuna fillet, freezing

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dan konsentrasi sodium tripolifosfat (STPP) terhadap daya ikat air (DIA) daging ikan madidihang (Thunnus albacores). Perlakuan yang dicobakan adalah perendaman fillet ikan madidihang bentuk saku selama 0, 5, 10 dan 15 menit dalam larutan STPP konsentrasi 0, 5, 10 dan 15% (b/v). Sampel tersebut dibekukan dan disimpan dalam ruang penyimpanan beku selama seminggu, lalu dilelehkan dalam lemari es sebelum pengujian dilakukan. Parameter yang diuji adalah DIA daging ikan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, 4 perlakuan dan 3 ulangan. Hubungan antara lama perendaman dan konsentrasi STPP dengan DIA dianalisa menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama perendaman dan konsentrasi STPP berpengaruh nyata terhadap DIA daging ikan madidihang. Meningkatnya lama perendaman dan konsentrasi STPP menyebabkan DIA daging ikan madidihang juga meningkat. Perendaman fillet ikan madidihang selama 15 menit dalam larutan STPP 10% sebelum dibekukan merupakan kondisi optimal untuk mendapatkan DIA yang tinggi. 

Kata kunci : lama perendaman, konsentrasi STPP, daya ikat air, ikan madidihang, pembekuan

PENDAHULUAN
Dalam usaha perikanan moderen terdapat berbagai bentuk pengolahan ikan basah, diantaranya adalah pembuatan fillet ikan tuna (saku dan loin) yang diekspor dalam bentuk beku. Ikan yang dibekukan dan disimpan dalam gudang beku (cold storage) selama waktu tertentu akan mengalami sejumlah perubahan. Jenis perubahan yang berlangsung selama pembekuan dan penyimpanan beku sifatnya bermacam-macam, antara lain perubahan fisik, biokimiawi dan mikrobiologis. Perubahan-perubahan tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas daging. Menurut Preston dan Wills (1974), kualitas menempati urutan teratas didalam memilih daging untuk dikonsumsi, dan berdasarkan panel tes yang diadakan, keempukan berada diurutan pertama kemudian kelezatan serta warna daging tersebut. 

Pengaruh pembekuan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein daging, sehingga mengakibatkan berkurangnya kemampuan protein daging dalam menahan air dan hilangnya komponen rasa selama proses pelelehan (thawing). Blakely dan Bade (1980) menyatakan bahwa kemampuan daging untuk menahan air merupakan suatu sifat penting, karena dengan daya menahan air yang tinggi, secara umum daging tersebut mempunyai kualitas yang baik. 

Untuk tujuan mengikat air dan meningkatkan keempukan, dalam teknologi pangan banyak digunakan polifosfat, misalnya pada pembuatan keju, sosis daging dan sosis ikan. Ilyas (1983) mengemukakan bahwa polifosfat dimanfaatkan pula pada pembekuan ikan guna mengurangi drip, dimana fillet ikan dicelupkan ke dalam larutan air yang mengandung natrium fosfat atau kalium fosfat atau campuran keduanya sebelum dibekukan. Ditambahkan pula bahwa larutan celup yang paling efektif adalah yang mengandung 12,5% sodium tripolifosfat. 

Sodium tripolifosfat FG digunakan pada produk daging untuk beberapa alasan yaitu mengubah atau menstabilkan pH, meningkatkan daya ikat air daging, mengurangi hilangnya berat daging saat dimasak, dapat memperbaiki tekstur dan sifat sensori daging (keempukan, kadar jus, warna dan rasa) serta memperpanjang umur simpan daging (Long et al., 2011). Sementara itu, menurut Soeparno (1994), alkali fosfat berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air protein daging, meningkatkan keempukan dan kadar jus daging, meningkatkan daya terima warna, serta melindungi dari kemungkinan pencoklatan selama penyimpanan. Dijelaskan pula bahwa peningkatan pH daging umumnya meningkatkan keempukan dan biasanya juga meningkatkan daya ikat air. 

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu kiranya dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan sodium tripolifosfat terhadap daya ikat air daging ikan tuna setelah pembekuan. 

MATERI DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ikan tuna bentuk saku dengan ukuran panjang 8 cm, lebar 2 cm dan tebal 2 cm, STPP, aquades dan es. Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah Filter Paper Press, planimeter, kertas saring, kertas kalkir, Air Blast Freezer (ABF), timbangan analitik, plastik sampel, lemari es, wadah plastik, mesin vakum, termometer, takaran air, jam dan pisau.

Metode Penelitian

Pada dasarnya ada 2 tahapan utama yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu (1) pembuatan sampel (saku tuna beku) dan (2) pengujian parameter DIA. Pembuatan sampel saku tuna beku dilakukan di PT. Perikanan Samodra Besar Cabang Makassar, meliputi beberapa langkah yaitu : (a) penyiapan sampel (penyiangan dan pembentukan loin), (b) perendaman dalam larutan sodium tripolifosfat serta (c) pembekuan dan penyimpanan beku. Sedangkan untuk pengujian parameter Daya Ikat Air (DIA) daging ikan dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

Penyiapan sampel

Satu ekor ikan madidihang (bobot 15 kg) diproses dengan cara membuang bagian kepala, sirip dan isi perutnya selanjutnya dicuci bersih. Setelah itu, dilakukan pembuatan loin sehingga diperoleh empat irisan loin yang terdiri atas dua irisan loin punggung dan dua irisan loin bagian perut. Loin bagian perut dipisahkan, karena sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah otot bagian punggung. Loin punggung selanjutnya dipotong-potong menjadi produk saku dengan ukuran panjang 8 cm, lebar 2 cm dan tebal 2 cm. 

Perendaman sampel dalam larutan sodium tripolifosfat

Proses perendaman dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan wadah sebanyak empat buah untuk tempat merendam sampel. Wadah tersebut diisi air dan ditambahkan hancuran es sampai seluruh esnya mencair dan air menjadi dingin. Tinggi air dalam wadah tersebut diusahakan melebihi ketebalan sampel. Selanjutnya, volume air tersebut diukur menggunakan takaran air. Besarnya volume air tersebut dijadikan dasar untuk menentukan jumlah sodium tripolifosfat yang harus ditambahkan sesuai konsentrasi yang diinginkan. Jadi, setelah dibuat konsentrasi larutan perendaman, maka sampel tersebut segera direndam. Konsentrasi larutan perendaman masing-masing 0, 5, 10 dan 15% (b/v). Adapun lama perendaman masing-masing 0, 5, 10 dan 15 menit. Selanjutnya, sampel dikemas dalam plastik sampel dan divakumkan dengan mesin vakum. 

Pembekuan dan penyimpanan beku

Setelah dikemas dalam kondisi vakum, selanjutnya sampel dibekukan dalam ruang pembekuan yang menggunakan Air Blast Freezer (ABF). Proses pembekuan dilakukan selama 3 jam pada suhu -45°C. Setelah itu, sampel disimpan dalam ruang penyimpanan beku (cold storage) dengan suhu -30°C selama 7 hari. 

Pelelehan (Thawing) 

Sebelum pengujian dilakukan, sampel terlebih dahulu dilelehkan (thawing) dengan cara dimasukkan ke dalam lemari es pada suhu 10°C selama 5 jam. Selama pelelehan, sampel tetap terkemas dalam plastik sampel.

Daya Ikat Air (DIA)

DIA protein daging ditentukan dengan menggunakan metode Hamm (Abustam, 1993). Caranya : sampel daging seberat 0,3 gram ditempatkan pada alat pengepres daging. Sampel daging tersebut dilapisi dengan plastik di bagian atas dan kertas saring di bagian bawah. Setelah itu, dilakukan pengepresan di antara dua plat baja dengan tekanan 35 kg/cm2 selama 5 menit. Pola yang terbentuk digambar pada kertas kalkir. Luas total areal basah (T) dan luas areal daging (M) yang terbentuk itu diukur dengan menggunakan alat planimeter. DIA ditentukan dengan membandingkan luas M dan T. DIA = ( M/T ) x 100%.

Rancangan Percobaan 

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 42 (2 faktor dan 4 perlakuan) dengan 3 ulangan. Konsentrasi STPP (faktor A) 4 taraf yaitu a1 = 0%, a2 = 5%, a3 = 10% dan a4 = 15%, sedangkan lama perendaman (faktor B) 4 taraf yaitu b1 = 0 menit, b2 = 5 menit, b3 = 10 menit dan b4 = 15 menit, sehingga diperoleh 48 satuan percobaan. 

Analisa Data 

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis ragam, dimana jika analisa menunjukkan adanya pengaruh nyata dari perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (Gaspersz, 1991). Perbedaan nyata ditentukan pada taraf kepercayaan 95%. Model statistik yang digunakan adalah :

Yijk = μ + ai + bj + (ab)ij + εijk

Hubungan antara perlakuan konsentrasi STPP dan lama perendaman dengan DIA dianalisa menggunakan analisis regresi (Sudjana, 1992). 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya ikat air (DIA) adalah kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar (Soeparno, 1994). Berdasarkan variasi konsentrasi STPP dan lama perendaman, dilakukan uji DIA daging ikan madidihang. Data hasil analisa DIA disajikan pada tabel 1.

Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa rerata DIA tertinggi sebesar 62,62% diperoleh pada konsentrasi STPP 10% dengan lama perendaman 15 menit, sedangkan rerata DIA terendah sebesar 31,65% diperoleh pada konsentrasi STPP 0% dengan lama perendaman 10 menit. Ini berarti bahwa perendaman daging ikan madidihang dalam larutan STPP dengan konsentrasi 10% dan lama perendaman 15 menit sebelum dibekukan, efektif dalam meningkatkan DIA. Peningkatan DIA ini diduga sebagai akibat dari meningkatnya kelarutan protein miofibril daging ikan, yang dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas garam dan fosfat, saat perendaman daging ikan dalam larutan STPP pada suhu dingin. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Tanikawa et al. (1963) serta Mahon dan Schneider (1964) yang juga menggunakan polifosfat pada fillet ikan untuk meminimalkan kerusakan akibat pembekuan dan mengurangi drip selama proses thawing. Dilaporkan bahwa perlakuan perendaman fillet ikan selama 30 detik sampai 2 menit dalam larutan STPP 12% efektif dalam mengontrol jumlah drip saat pelelehan serta mempertahankan komposisi daging dan tingkat kesegaran ikan yang lebih baik setelah penyimpanan beku. 

Sodium tripolifosfat (STPP) dengan rumus kimia Na5P3O10, pada dasarnya merupakan campuran antara garam dan fosfat. Garam memiliki efek yang besar pada kekuatan ion dan dapat mengekstrak miosin dari struktur miofibril daging. Garam dapat meningkatkan pembengkakan struktur protein tetapi tidak begitu banyak melarutkan protein. Disisi lain, fosfat begitu kuat mengaktifasi protein sehingga dapat memindahkan ikatan antara aktin dan miosin. Fosfat sebagai polielektrolit dapat mengubah distribusi ion. Penambahan fosfat dapat meningkatkan kekuatan ion daging. Akibat dari kekuatan ion yang meningkat, mengarah pada bertambahnya derajat pembengkakan serat otot dan aktivasi protein/swollen protein (Shu Qin et al., 2009; Trout dan Schmidt, 1986). 

Oleh karena itu, melalui penambahan garam bersama-sama dengan fosfat pada waktu yang sama ke dalam produk daging menyebabkan protein otot daging menjadi larut dan ditingkatkan aktivasi atau kelarutannya. Protein terlarut dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi tingkat tinggi pada air yang ditambahkan seperti halnya dengan terjadinya emulsi sejumlah besar lemak daging (Bendall, 1954; Huffman et al., 1981; Moore et al., 1976; Shults dan Wierbicki, 1973). 

Selama proses pembekuan dan penyimpanan beku, terjadi perubahan sifat fungsional protein miofibril daging ikan yaitu berkurangnya kemampuan mengikat air dan garam. Hal ini disebabkan karena adanya proses denaturasi atau agregasi protein miofibril yang terjadi akibat terbentuknya kristal es selama pembekuan yang dapat merusak sel, sehingga penggunaan cryoprotectant seperti STPP menjadi keharusan. Menurut Yuanita (2008), peranan STPP FG dalam meningkatkan tekstur daging karena meningkatnya daya ikat air dan keempukan daging. Hal tersebut dapat terjadi akibat adanya kenaikan pH, kelarutan ion dan disosiasi aktomiosin. Pada pH yang lebih tinggi dari pH isoelektrik protein daging (5,0–5,1), sejumlah muatan positif dibebaskan dan terjadi surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul air sehingga daya ikat air meningkat. 

Dijelaskan pula bahwa polifosfat akan terhidrolisis menjadi pirofosfat yang berinteraksi dengan aktomiosin dan terjadi pemecahan ikatan antar filamen, sehingga struktur jaringan kehilangan sebagian jaringan protein. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan daya ikat air dan pembengkakan jaringan (swelling effect). Pengikatan anion polifosfat ke protein juga akan menaikkan tolakan elektrostatik antar rantai peptida, serta membantu pembengkakan jaringan. Sebagai hasil perubahan konformasi, terbentuk struktur tiga dimensi teratur, yang mampu mengikat air bebas. Perubahan ini meningkatkan tekstur daging ikan.

Hasil analisis ragam DIA daging ikan madidihang (tabel 2) menunjukkan bahwa konsentrasi STPP dan lama perendaman serta kombinasi keduanya berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap DIA daging ikan madidihang. Namun demikian, interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05). Ini berarti bahwa pemilihan STPP sebagai bahan tambahan pangan untuk meningkatkan kualitas daging ikan merupakan pilihan yang tepat diantara berbagai tipe fosfat lainnya yang juga sudah umum digunakan dalam produk daging. STPP dipilih karena selain keaktifannya, harganya juga relatif murah. Lampila (1992) menjelaskan bahwa STPP merupakan jenis fosfat yang biasa digunakan untuk produk seafood. Keuntungan yang diperoleh dengan penambahan fosfat adalah dapat mempertahankan kadar jus, mencegah hilangnya cairan daging ikan selama pengangkutan di atas kapal sampai saat akan dijual, serta dapat mempertahankan sifat sensori ikan seperti rasa dan kadar air.

Menurut Trout dan Schmidt (1986), efektifitas fosfat menurun secara linier dengan semakin panjangnya rantai molekul atau dengan kata lain yaitu berubahnya tipe (jenis) fosfat yang digunakan. Diantara beberapa tipe fosfat, yang paling efektif adalah pirofosfat, kemudian berturut-turut adalah tripolifosfat, tetrapolifosfat, heksametafosfat dan ortofosfat. Sementara itu, Long et al. (2011) menjelaskan bahwa beberapa faktor penting yang mempengaruhi pemilihan campuran fosfat yang tepat dalam industri pengolahan daging yaitu tingkat kelarutannya, nilai pH produk dan bagaimana efeknya terhadap protein otot daging. Tingkat kelarutan seharusnya jadi pertimbangan utama karena setiap jenis fosfat berbeda kelarutannya. Karakteristik beberapa jenis fosfat yang sering digunakan dalam industri pengolahan daging disajikan pada tabel 3.

Hasil uji BNT (tabel 4) pengaruh konsentrasi STPP terhadap DIA daging ikan madidihang memperlihatkan bahwa nilai DIA daging ikan madidihang dengan perlakuan konsentrasi STPP 10% berbeda nyata dengan nilai DIA pada perlakuan konsentrasi STPP 0, 5 dan 15%. Ini berarti bahwa perendaman daging ikan ke dalam larutan STPP 10% sebelum dibekukan, dapat menghasilkan DIA protein daging ikan yang lebih baik, meskipun daging ikan madidihang tersebut telah disimpan dalam cold storage selama seminggu. Hal ini sesuai dengan pendapat Murniyati dan Sunarman (2000) bahwa untuk membantu mengurangi jumlah drip dalam pelelehan (thawing), ikan dapat dicelupkan di dalam larutan zat-zat tertentu, misalnya larutan polifosfat (natrium pirofosfat, natrium tripolifosfat) dengan konsentrasi 10-12,5%, selama 1-2 menit. Selain itu, Suryaningsih dan Putranto (2011) juga menunjukkan bahwa penggunaan sodium tripolifosfat dapat berperan sebagai anti denaturan, karena menyebabkan lebih banyak jalan terbuka diantara miofibril filamen, sehingga dapat meningkatkan daya ikat air pada daging dan mengurangi hilangnya protein selama masa penyimpanan.

Hasil uji BNT (tabel 5) pengaruh lama perendaman terhadap DIA daging ikan madidihang memperlihatkan bahwa nilai DIA daging ikan madidihang dengan lama perendaman 15 menit dalam larutan STPP berbeda sangat nyata dengan nilai DIA daging ikan dengan lama perendaman 0, 5 dan 10 menit. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama perendaman maka DIA juga semakin baik. Banyaknya air yang berikatan dengan protein pada DIA merupakan fungsi dari komposisi asam amino dan bentuk proteinnya, seperti banyaknya gugus polar, anion dan kation yang ada di dalamnya. Tarwotjo dkk. (1971) mengemukakan bahwa semakin lama terjadi kontak antara STPP dan daging pada suhu rendah akan menghasilkan DIA oleh protein daging yang lebih baik. Hal yang sama dikemukakan oleh Ilyas (1983), bahwa ikan yang diberi perlakuan guna memelihara sifat pengikatan air maksimum pada protein, setiap pengurangan jumlah kadarnya dapat dikontrol baik pada proses pembekuan maupun selama penyimpanan beku. Inilah dasar dari perlakuan pencelupan fillet ikan dalam larutan STPP sebelum dibekukan, dimana sifat-sifat mengikat air dari protein diusahakan pada suatu keadaan maksimum. Dengan demikian, perendaman daging ikan madidihang dalam larutan STPP selama 15 menit sebelum dibekukan cukup efektif dalam upaya memaksimumkan sifat pengikatan air oleh protein daging ikan. 

Hasil analisis regresi hubungan perlakuan konsentrasi STPP dengan DIA daging ikan madidihang disajikan dalam gambar 2, yang memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi STPP maka DIA daging ikan madidihang cenderung meningkat. Meskipun demikian, DIA tertinggi terjadi pada konsentrasi STPP 10%, kemudian cenderung menurun lagi pada konsentrasi STPP 15%. Meningkatnya DIA dengan bertambahnya konsentrasi STPP menunjukkan bahwa STPP berpengaruh dalam meningkatkan jumlah ekstraksi protein miofibril, sehingga dengan meningkatnya jumlah protein terlarut maka kemampuan protein dalam menahan hilangnya komponen rasa selama pelelehan (thawing) menjadi lebih baik. Park dan Lanier (1987) melaporkan bahwa fosfat dapat meningkatkan fungsional protein selama penyimpanan beku, sedangkan Jittinandana et al. (2003) menjelaskan bahwa fosfat sering digunakan untuk meminimalkan efek negatif dari penyimpanan beku terhadap kelarutan protein miofibril dan sifat hidrofobiknya, serta kerentanan miosin terhadap denaturasi akibat pemanasan. 

Hasil analisis regresi hubungan lama perendaman dengan DIA daging ikan madidihang disajikan dalam gambar 3, yang menunjukkan bahwa makin lama perendaman, DIA juga makin meningkat. Meningkatnya DIA dengan bertambahnya waktu perendaman menunjukkan bahwa lama perendaman dalam larutan STPP berpengaruh terhadap kemampuan mengikat air oleh protein daging sehingga membantu mengurangi drip selama pelelehan. Hal ini diduga berkaitan erat dengan penggunaan air dingin (aquades yang ditambahkan es) pada saat pembuatan larutan perendaman. Dimana kelarutan STPP semakin tinggi pada larutan perendaman yang bersuhu dingin. Semakin lama terjadi kontak antara STPP dengan protein daging pada suhu dingin, maka kerja STPP semakin efektif dalam meningkatkan DIA. Alvarado dan Mckee (2007) menjelaskan bahwa kebanyakan fosfat tidak mudah larut dalam banyak larutan perendaman. Oleh karena itu, fosfat biasanya dilarutkan terlebih dahulu dalam air dengan suhu ruang sebelum penambahan garam. Setelah itu didinginkan sebelum digunakan. 

Peningkatan DIA daging ikan madidihang sebagai pengaruh dari meningkatnya konsentrasi STPP dan lama perendaman, tentu saja berdampak pada peningkatan tekstur daging. Ini dapat terjadi sebagai akibat dari naiknya derajat keasaman (pH) daging, kekuatan anion, dan disosiasi kompleks aktomiosin. Hal tersebut didukung oleh penelitian lain yang dilakukan Erdogdu et al. (2007) yang mempelajari efek dari kondisi proses yaitu konsentrasi STPP (2-6%) dan lama perendaman (10-30 menit) terhadap karakteristik tekstur daging merah. Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi STPP dapat meningkatkan kekohesivan (cohesiveness), sedangkan peningkatan lama perendaman dalam STPP dapat menurunkan kekerasan (hardness). Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa konsentrasi STPP dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap karakteristik tekstur daging, yang tentu saja berkaitan erat dengan daya ikat airnya.

KESIMPULAN 

1. Konsentrasi STPP dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap DIA daging ikan madidihang. Meningkatnya konsentrasi STPP dan lama perendaman menyebabkan DIA cenderung meningkat.

2. Perendaman daging ikan madidihang ke dalam larutan STPP 10% selama 15 menit sebelum dibekukan, dapat menghasilkan DIA yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abustam E. 1993. Peranan Maturasi (Aging) terhadap Mutu Daging Sapi Bali yang Dipelihara secara Tradisional dengan Sistem Penggemukan. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.

Alvarado C, McKee S. 2007. Marination to Improve Functional Properties and Safety of Poultry Meat. J. Appl. Poult. Res. 16 : 113-120.

Bendall JR. 1954. The Swelling Effect of Polyphosphates on Lean Meat. J. Sci. Food Agric. 5 : 468-475.

Blakely J, Bade DH. 1980. Ilmu Peternakan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Erdogdu SB, Erdogdu F, Ekiz HI. 2007. Influence of Sodium Tripolyphosphate (STP) Treatment and Cooking Time on Cook Losses and Textural Properties of Red Meats. J. Food Process Eng. 30 : 685-700.

Gaspersz V. 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian, Ilmu-Ilmu Teknik dan Biologi Edisi I. Bandung : Armico.

Huffman DL, Cross HR, Campbell KJ, Cordray JC. 1981. Effect of Salt and Tripolyphosphate on Acceptability of Flaked and Formed Hamburger Patties. Journal of Food Science 46 : 34-36.

Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid II. Pembekuan Ikan. Jakarta : CV. Paripurna.

Jittinandana S, Kenney PB, Slider SD. 2003. Cryoprotection Affects Physiochemical Attributes of Rainbow Trout Fillet. Journal of Food Science 68(4) : 1208-1214. 

Lampila LE. 1992. Functions and Uses of Phosphates in The Seafood Industry. Journal of Aquatic Food Products Technology 1(3/4) : 29-41.

Long NH, Gál R, Buňka F. 2011. Use of Phosphate in Meat Products. African Journal of Biotechnology 10(86) : 19874-19882.

Mahon JH, Schneider CG. 1964. Minimizing Freezing Damage and Thawing Drip in Fish Fillets. Food Technology 18(12) : 117-118. 

Moore SL, Theno DM, Anderson CR, Schmidt GR. 1976. Effect of Salt, Phosphate and Some Nonmeat Proteins on Binding Strength and Cook Yield of a Beef Roll. Journal of Food Science 41 : 424-426.

Murniyati AS, Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Yogyakarta : Kanisius.

Park JW, Lanier TC. 1987. Combined Effects of Phosphates and Sugar or Polyol on Protein stabilization of Fish Myofibrils. J. Food Sci. 52(6) : 1509-1513.

Preston TR, Wills MB. 1974. Intensive Beef Production 2nd Ed. Oxford : Pergamon Press.

Shu Qin XU, Guang Hong Z, Zeng Qi P, Li Yan Z, Rui YAO. 2009. The Influence of Polyphosphate Marination on Simmental Beef Shear Value and Ultrastructure. Journal of Muscle Foods 20 : 101-116.

Shults GW, Wierbicki E. 1973. Effects of Sodium Chloride and Condensed Phosphates on The Water-Holding Capacity, pH and Swelling of Chicken Muscle. Journal of Food Science 38 : 991-994.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging Edisi II. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sudjana. 1992. Metode Statistika Edisi V. Bandung : Tarsito.

Suryaningsih L, Putranto WS. 2011. Pengaruh Tingkat Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein, Kekuatan Gel dan Kadar Air pada Pengolahan Nikumi Daging Domba. Jurnal Ilmu Ternak 11(2) : 81-86. 

Tanikawa E, Akiba M, Shitamori A. 1963. Cold Storage of Cod Fillets Treated with Polyphosphates. Food Technology 17 : 1425.

Tarwotjo IS, Hartini S, Soekirman, Sunarton. 1971. Komposisi Tiga Jenis Bakso di Jakarta. Akademi Gizi Jakarta, Jakarta.

Trout GR, Schmidt GR. 1986. Effect of Phosphates on The Functional Properties of Restructured Beef Rolls : The Role of pH, Ionic Strength, and Phosphate Type. Journal of Food Safety 51 : 1416-1423.

Yuanita L. 2008. Penentuan Kadar STPP Food Grade untuk Meningkatkan Masa Simpan Ikan Nila Tilapia (Oreochromis niloticus L.). Berk. Penel. Hayati 13 : 179-186.

Lampiran
Tabel 1. Rerata Daya Ikat Air (%) Daging Ikan Madidihang (Thunnus albacores)

Konsentrasi
STPP(%)
Lama Perendaman (menit)
0
5
10
15
0
32,31
34,33
31,65
34,38
5
34,87
39,56
50,99
42,26
10
43,11
43,56
55,50
62,62
15
39,86
48,02
45,12
60,17

Tabel 2. Tabel Sidik Ragam DIA Daging Ikan Madidihang (Thunnus albacores

SK
DB
JK
KT
F Hit
F Tab
0,05
0,01
Kelompok
2
1382,01
691,01
9,58
3,32
5,39
Kombinasi
15
4212,80
280,85
3,89**
2,02
2,70
Konsentrasi
3
2296,99
765,66
10,61**
2,92
4,51
Lama
Perendaman
3
1029,78
343,26
4,76**
2,92
4,51
Interaksi
9
886,02
98,45
1,36ns
2,21
3,06
Galat
30
2163,89
72,13
Total
47
7758,71
  
Tabel 3. Daftar Fosfat yang Umum Digunakan dalam Produk Daging 

Nama Umum
Singkatan
Rumus Kimia
pH
(1% larutan)
Tingkat Kelarutan (g/100g H2O)

Monosodium phosphate
MSP
NaH2PO4
4,4
85 (20°C)
Disodium phosphate
DSP
Na2HPO4
8,8
7,7 (20°C)
Trisodium phosphate
TSP
Na3PO4
12
13 (20°C)
Tetrasodium pyrophosphate
TSPP
Na4P2O7
10,2
6 (20°C)
Sodium acid pyrophosphate
SAPP
Na2H2P2O7
4,2
12 (20°C)
Sodium tripolyphosphate
STPP
Na5P3O10
9,8
15 (20°C)
Sodium hexametaphosphate
SHMP
(NaPO3)n
n =10-15 
 n = 50-100

6,2
7,0
Tinggi Kelarutannya
Sumber : Long et al. (2011)

Tabel 4. Hasil Uji BNT Pengaruh Konsentrasi STPP terhadap DIA Daging Ikan Madidihang (Thunnus albacores)
 
LamaPerendaman
Konsentrasi STPP
Konsentrasi STPP
0 menit
0% (32,31)
5% (34,87)
10% (43,11)
15% (39,86)
15% (39,86)
7,55ns
4,99ns
3,25ns
10% (43,11)
10,80*
8,24ns
5% (34,87)
2,56ns
0% (32,31)
5 menit
0% (34,33)
5% (39,56)
10% (43,56)
15% (48,02)
15% (48,02)
13,69**
8,46ns
4,46ns
10% (43,56)
9,23*
4,00ns
5% (39,56)
5,23ns
0% (34,33)
10 menit
0% (31,65)
5% (50,99)
10% (55,50)
15% (45,12)
15% (45,12)
13,47**
5,87ns
10,38*
10% (55,50)
23,85**
4,6ns
5% (50,99)
19,34**
0% (31,65)
15 menit
0% (34,38)
5% (42,26)
10% (62,62)
15% (60,17)
15% (60,17)
25,79**
17,91**
2,45ns
10% (62,62)
28,24**
20,36**
5% (42,26)
7,88ns
0% (34,38)
     BNT 5% = 8,745 ; BNT 1% = 11,749
** =  berbeda sangat nyata
*    =  berbeda nyata
ns  =  tidak berbeda nyata

Tabel 5. Hasil Uji BNT Pengaruh Lama Perendaman terhadap DIA Daging Ikan Madidihang (Thunnus albacores

Konsentrasi STPP
Lama Perendaman
Lama Perendaman
0%
0 menit
(32,31)
5 menit
(34,33)
10 menit
(31,65)
15 menit
(34,38)
15 menit (34,38)
2,07ns
0,05ns
2,73ns
10 menit (31,65)
0,66ns
2,68ns
5 menit (34,33)
2,02ns
0 menit (32,31)
5%
0 menit
(34,87)
5 menit
(39,56)
10 menit
(50,99)
15 menit
(42,26)
15 menit (42,26)
7,39ns
2,70ns
8,73ns
10 menit (50,99)
16,12**
11,43*
5 menit (39,56)
4,69ns
0 menit (34,87)
10%
0 menit
(43,11)
5 menit
(43,56)
10 menit
(55,50)
15 menit
(62,62)
15 menit (62,62)
19,51**
19,06**
7,12ns
10 menit (55,50)
12,39**
11,94**
5 menit (43,56)
0,45ns
0 menit (43,11)
15%
0 menit
(39,86)
5 menit
(48,02)
10 menit
(45,12)
15 menit
(60,17)
15 menit (60,17)
20,11**
12,15**
15,05**
10 menit (45,12)
5,26ns
2,90ns
5 menit (48,02)
8,16ns
0 menit (39,86)
BNT 5% = 8,745 ; BNT 1% = 11,749
** =  berbeda sangat nyata
*    =  berbeda nyata
ns  =  tidak berbeda nyata

Gambar 1. Diagram alir prosedur penelitian

Ikan tuna madidihang

Penyiangan

Loin

Bentuk saku 48 potong

Perendaman dalam larutan STPP 0, 5, 10, dan 15% (b/v)
Lama perendaman 0, 5, 10 dan 15 menit

Pengemasan vakum

Pembekuan suhu -45°C, 3 jam

Penyimpanan beku suhu -30°C, 7 hari

Thawing suhu 10°C, 5 jam

Pengukuran DIA

Gambar 2. Hubungan Konsentrasi STPP dengan DIA Daging Ikan Madidihang (Thunnus albacores) pada Berbagai Lama Perendaman



Gambar 3. Hubungan Lama Perendaman dengan DIA Daging Ikan Madidihang (Thunnus albacores) pada Berbagai Konsentrasi STPP