Sabtu, 09 November 2013

Pendekatan Relativisme Kebudayaan dalam konteks Pengelolaan Sumberdaya

Pendekatan relativisme budaya memandang bahwa sistem budaya yang dianut masing-masing masyarakat etnis berlainan antara satu dengan lainnya. Setiap masyarakat etnis memiliki sistem nilai, norma, adat-istiadat dan hukum adat yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan penerapan suatu budaya luar belum tentu sesuai dengan budaya lokal masyarakat. Demikian juga dengan sistem tata nilai budaya yang dianggap baik di suatu daerah, belum tentu akan dianggap baik pula di daerah lain. Berdasar teori relativisme budaya, pemahaman mendalam terhadap kultur masyarakat merupakan persyaratan mutlak sebelum ditarik suatu penilaian budaya. Hal ini berlaku pula bagi identifikasi gejala sosial budaya, penentuan program pembangunan termasuk didalamnya program pengelolaan sumberdaya. Jadi, jika ditanya relevansinya dalam konteks pengelolaan sumberdaya, menurut saya pendekatan relativisme budaya sangat relevan dalam menangani berbagai persoalan yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam.

Pemahaman relativitas budaya suatu masyarakat dapat dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan cara mendengar, mengamati aktifitas budaya masyarakat, dan melakukan dialog wawancara dengan pihak masyarakat. Identifikasi gejala sosial secara mendalam berdasar karakteristik budaya setempat merupakan langkah arif untuk mencapai tujuan dari program pengelolaan sumberdaya alam. Pengelolaan sumberdaya diharapkan tepat sasaran dan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dengan berdasar pada sistem nilai, norma, adat isitiadat, dan hukum adat masyarakat. Jangan sampai program pengelolaan sumberdaya yang dihasilkan merupakan refleksi program pengelolaan sumberdaya dari budaya masyarakat lain ataupun berdasar dari kultur si perencana program, sehingga tidak aplikatif di masyarakat yang menjadi sasaran. Hal ini untuk menghindari terjadinya suatu pola penetapan program pengelolaan yang didasarkan pada sikap etnosentris pihak perencana pogram. Jika dari proses identifikasi gejala sosial budaya sudah terpahami, maka dilanjutkan penentuan program pengelolaan sumberdaya yang sesuai untuk diterapkan di masyarakat.

Salah satu contoh adalah pendekatan relativitas budaya dalam penyusunan program pengelolaan sumberdaya hutan khususnya bagi masyarakat desa hutan yang tinggal di dalam dan sekitar belantara hutan. Kita ketahui bahwa kehutanan Indonesia sedang mengalami chaos. Ada empat persoalan akut yang sedang dihadapi oleh hutan dan kehutanan Indonesia, yaitu (1) ketidakjelasan tata batas tenurial, (2) tumpang tindih kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah tentang kewenangan pengelolaan sumber daya hutan, (3) marginalisasi masyarakat desa hutan, dan (4) kerusakan ekologi sumber daya hutan. Keempat persoalan tersebut disebabkan oleh kekurangpahaman dari para pengelola sektor kehutanan terhadap sistem tata nilai, norma, dan sitem sosial budaya yang berlaku di masyarakat setempat secara mendalam dan komprehensif. Pengetahuan tentang karakteristik budaya masyarakat akan menentukan pola pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan, sebab budaya suatu masyarakat berakar pada karakteristik lingkungan yang ada di sekitarnya. Untuk memahami karakteristik suatu budaya masyarakat, maka diperlukan upaya pembelajaran sistem budaya masyarakat yang meliputi aspek gagasan, perilaku, dan hasil karya dari budaya suatu masyarakat. Dalam antropologi kehutanan terdapat spesifikasi strategi pendekatan mikro, komparatif, dan holistik yang diperkuat dengan analisa teori fungsionalisme struktural, perubahan sosial, relativisme budaya dan ekologi budaya, yang juga disesuaikan dengan spesialisasi persoalan kehutanan untuk menghasilkan suatu analisa yang tajam terkait deskripsi pola pemanfaatan sumber daya hutan suatu komunitas atau masyarakat. Keempat teori antropologi tersebut dianggap paling relevan untuk memahami persoalan kehutanan dan gejala budaya yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman teori relativitas budaya sangat penting bagi para ahli kehutanan sosial untuk menyusun program pengelolaan sumberdaya hutan dalam masyarakat desa hutan.

Seorang ahli kehutanan sosial sebaiknya belajar (learning) sistem tata nilai, norma, adat isitiadat, dan hukum adat masyarakat yang dijadikan sasaran program agar memahami (understanding) karakteristik budaya masyarakat, sehingga mampu memaknai (meaning) dan menentukan program pengelolaan hutan yang layak diterapkan untuk kebaikan hidup masyarakat desa hutan. Jikalau, konsep relativitas budaya ini dapat dipahami dan dimaknai secara benar oleh ahli kehutanan sosial tentunya program pengelolaan sumberdaya hutan yang dicetuskan akan mampu mewujudkan suatu integrasi kultural dengan sistem tata nilai, norma, adat istiadat, dan hukum adat masyarakat desa hutan. Akulturasi program pengelolaan hutan yang bersendi pada budaya masyarakat akan mendorong terciptanya keberhasilan program dan integrasi program yang harmonis. Relativitas program pengelolaan hutan yang didasarkan oleh karakteristik budaya masyarakat akan lebih tepat sasaran dengan tataran hasil yang memuaskan. Masyarakat desa hutan merasa diakui dan diberi kesempatan partisipasinya, sehingga timbul rasa tanggung jawab untuk menjaga dan menyukseskan kegiatan pengelolaan hutan. 

Tidak ada komentar: